
MERANCANG SEBUAH SEKOLAH DASAR
PENDIDIKAN INKLUSI
MAKALAH
Oleh:
SELATIKA
PIDIANA
NIM.
130210204011
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN PGSD
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Berdasarkan Undang
Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan
jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan
pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus
atau anak luar biasa berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak normal lainnya dalam pendidikan.
Pada umumnya, lokasi SLB
berada di ibu Kota Kabupaten, padahal anak–anak berkebutuhan khusus tersebar
hampir di seluruh daerah (kecamatan/desa), tidak hanya di ibu kota kabupaten.
Akibatnya sebagian dari mereka, terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya
lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah, sementara
kalau akan disekolahkan di SD terdekat, sekolah tersebut tidak bersedia
menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin
selama ini dapat diterima di sekolah terdekat, namun karena ketiadaan guru
pembimbing khusus akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus
sekolah. Permasalahan di atas dapat berakibat pada kegagalan program wajib
belajar. Untuk mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar, dipandang perlu
meningkatkan perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus, baik yang telah
memasuki sekolah reguler (SD) tetapi belum mendapatkan pelayanan pendidikan
khusus maupun yang belum mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak diterima
di SD terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari tempat tinggalnya.
Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik
bersama-sama anak normal lainnya untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Oleh karena itu, anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama
dengan anak normal lainya untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah
(SD) terdekat. Sudah barang tentu SD terdekat tersebut perlu dipersiapkan
segala sesuatunya. Pendidikan inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu
persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkelainan selama ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang
dimaksud dengan pendidikan inklusi?
2. Bagaimana
model pendidikan inklusi di Indonesia?
3. Bagaimana
pengembangan kurikulum pendidikan inklusi?
1. Agar kita
mengetahui apakah yang dimaksud dengan pendidikan inklusi.
2. Agar kita mengetahui
macam-macam model pendidikan inklusi di Indonesia.
3. Agar kita
mengetahui pengembangan kurikulum pendidikan inklusi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pendidikan
Inklusi
Pendidikan
Inklusi merupakan
sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan
meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk
berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan
masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata
lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus
yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi
yang dimilikinya.
Alimin (2005) menjelaskan bahwa pendidikan inklusi
adalah sebuah proses dalam merespon kebutuhan yang beragam dari semua anak
melalui peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya dan masyarakat, dan
mengurangi eklusivitas di dalam pendidikan. Pendidikan inklusif mencakup
perubahan dan modifikasi dalam isi, pendekatan-pendekatan, struktur dan
strategi yang dapat mengakomodasi kebutuhan semua anak seseuai dengan kelompok
usianya. Pendidikan inklusif juga dapat dipandang sebagai bentuk kepedulian
dalam merespon spekturm kebutuhan belajar peserta didik yang lebih luas, dengan
maksud agar baik guru maupun siswa, keduanya memungkinkan merasa nyaman dalam
keberagaman dan melihat keragaman sebagai tantangan dan pengayaan dalam
lingkungan belajar, keberagaman bukan sebagai masalah. Pendidikan inklusif juga
akan terus berubah secara pelan-pelan sebagai refleksi dari apa yang terjadi
dalam prakteknya, dalam kenyataan, dan bahkan harus terus berubah jika
pendidikan inklusif ingin tetap memiliki respon yang bernilai nyata dalam
mengahapi tantangan pendidikan dan hak azasi manusia.
Meskipun definsi tentang pendidikan inklusif itu
bersifat progresif dan terus berubah, namun tetap diperlukan kejelasan konsep
yang terkandung didalamnya, karena banyak orang menganggap bahwa pendidikan
inklusif sebagai versi lain dari pendidikan khusus.
Selanjutnya menurut Stainback (1990)
Sekolah Inklusif adalah Sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama.
Kemudian Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa Pendidikan
Inklusif adalah Penempatan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tingkat ringan,
sedang dan berat, secara penuh di kelas reguler. Sedangkan Sapon-Shevin
(O’ Neil 1995) menyatakan bahwa Pendidikan inklusif sebagai sistem layanan
pendidikan yang mempersyaratkan agar ABK dilayani di sekolah-sekolah terdekat,
di kelas reguler bersama-sama teman seusianya.
Sekolah
Inklusif (di Indonesia) adalah sekolah biasa (SB) yang mengakomodasi semua
peserta didik baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus (cacat fisik,
intelektual, sosial, emosional, mental, cerdas, berbakat istimewa daerah
terpencil/ terbelakang, suku terasing, korban bencana alam/ bencana sosial/
miskin), mempunyai perbedaan pangkat, warna kulit, gender, suku bangsa, ras,
bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak kembar, yatim,
yatim piatu, anak pedesaan, anak kota, anak terlantar, tuna wisma, anak
terbuang, anak yang terlibat dalam sistem pengadilan remaja sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhannya.
Namun
untuk masa sekarang, jenjang pendidikan yang disiapkan untuk menerapkan
kebijakan sekolah inklusi ini adalah pendidikan sekolah dasar (SD). Dan
pendidikan inklusi pada jenjang sekolah dasar diharapkan mampu untuk memecahkan
salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
atau anak berkelainan. Jadi dapat
dikatakan bahwa pendidikan inkkebutuhan lusi
merupakan solusi pemberian pelayanan pendidikan yang diberikan kepada seluruh
anak-anak.
2.2 Landasan Filosofis Pendidikan Inklusi
1. Pernyataan
Salamanca (1994) yang menyatakan bahwa:
a.
Setiap anak memperoleh hak mendasar untuk memperoleh pendidikan, dan harus
diberi kesempatan untuk mencapai serta mempertahankan tingkat pengetahuan yang
wajar.
b.
Setiap anak mempunyai karakteristik, minat, kemampuan dan kebutuhan belajar
yang berbeda-beda.
c.
Sistem pendidikan dirancang dan progam pendidikan dilaksanakan dengan
memperhatikan keanekaragaman karakteristik dan kebutuhan tersebut.
d.
Mereka yang menyandang kebutuhan pendidikan khusus harus memperoleh akses
ke sekolah reguler yang harus mengakomodasi mereka yang berpusat pada diri
anak yang dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut.
e.
Sekolah reguler dengan orientasi inklusif tersebut merupakan alat paling
efektif untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah,
membangun masyarakat yang inklusif dan mencapai pendidikan bagi semua.
2. Kerangka Aksi mengenai Pendidikan
Kebutuhan Khusus (Unesco, 1994) mengakui prinsip bahwa sekolah inklusif
mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial,
emosi, linguistik ataupun kondisi-kondisi lainya. Pendidikan inklusif mencakup
anak cacat dan anak berbakat dari kelompok masyarakat minoritas secara linguistik,
etnik ataupun budaya.
2.3 Model
Pendidikan Inklusi di Indonesia
Penerapan sistem pembelajaran yang
dilakukan pada sekolah inklusi tidak memiliki suatu sistem khusus, proses
pembelajaran berjalan layaknya sekolah reguler biasa. Hanya saja lingkungan
yang dibangun lebih pada konsep lingkungan yang ramah anak, hal ini dikarenakan
agar ABK merasa lebih nyaman dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya
dengan baik.
Melihat kodisi dan system pendidikan
di Indonesia, model pendidikan inklusi lebih sesuai adalah model yang mengasumsikan
bahwa inklusi sama dengan mainstreaming (Ahman,1994).
Model pendidikan mainstreaming merupakan
model yang memadukan antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah
Luar Biasa) dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus digabungkan
ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja
Penempatan anak berkelainan di
sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut :
a.
Bentuk kelas reguler penuh
Anak
berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler
dengan menggunakan kurikulum yang sama.
b.
Bentuk kelas reguler dengan cluster
Anak berkelainan belajar bersama
anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus
c.
Bentuk kelas reguler dengan pull out
Anak berkelainan belajar bersama
anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik
dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus
d.
Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkelainan belajar bersama
anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam
waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar
bersama dengan guru pembimbing khusus
e.
Bentuk kelas khusus dengan berbagai
pengintegrasian
Anak berkelainan belajar di kelas khusus
pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama
anak lain (normal) di kelas reguler
f.
Bentuk kelas khusus penuh di sekolah
reguler
Anak berkelainan belajar di dalam
kelas khusus pada sekolah regular.
Dengan demikian, pendidikan inklusif
seperti pada model di atas tidak mengharuskan semua anak berkelainan berada di
kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal
ini dikarenakan sebagian anak berkelainan dapat berada di kelas khusus atau ruang
terapi dengan gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak
berkelainan yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya
berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi
yang gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah
reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat
khusus (rumah sakit).
2.4 Pengembangan
Pembelajaran Kurikulum dalam Pendidikan Inklusi
Kurikulum
adalah program dan pengalaman belajar serta hasil-hasil belajar yang di
harapkan yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang tersusun
secara sistematis, di berikan kepasa siswa di bawah tanggung jawab sekolah
untuk membantu pertumbuhan atau perkembangan pribadi dan kompetensi social anak
didik.
Silabus
adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema
tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk
penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan menajemen pembelajaran untuk
mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang telah dijabarkan dalam silabus.
RPP ini dapat digunakan oleh setiap
pengajar sebagai pedoman umum untuk melaksanakan pembelajaran kepada peserta didiknya,
karena di dalamnya berisi petunjuk secara rinci, pertemuan demi pertemuan,
mengenai tujuan, ruang lingkup materi yang harus diajarkan, kegiatan belajar
mengajar, media, dan evaluasi yang harus digunakan.
Dalam
pembelajaran inklusif, model kurikulum bagi ABK dapat dikelompokan menjadi
empat, yakni:
1.
Duplikasi Kurikulum
Yakni ABK menggunakan kurikulum yang tingkat kesulitannya
sama dengan siswa rata-rata/regular. Model kurikulum ini cocok untuk peserta
didik tunanetra, tunarungu wicara, tunadaksa, dan tunalaras. Alasannya peserta
didik tersebut tidak mengalami hambatan intelegensi. Namun demikian perlu
memodifikasi proses, yakni peserta didik tunanetra menggunkan huruf Braille,
dan tunarungu wicara menggunakan bahasa isyarat dalam penyampaiannya. Program
layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi
dan ketekunan belajarnya
2. Modifikasi
Kurikulum
Yakni kurikulum siswa
rata-rata/regular disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan/potensi ABK.
Modifikasi kurikulum ke bawah diberikan kepada peserta didik tunagrahita dan
modifikasi kurikulum ke atas (eskalasi) untuk peserta didik gifted and
talented. Dengan kurikulum modifikasi ini diharapkan ABK dapat mengikuti
pembelajaran pada kelas umum secara klasikal bersama anak-anak umum lainnya.
3. Substitusi
Kurikulum
Yakni beberapa bagian kurikulum anak rata-rata ditiadakan
dan diganti dengan yang kurang lebih setara. Model kurikulum ini untuk ABK
dengan melihat situasi dan kondisinya.
4. Omisi
Kurikulum
Yaitu
bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu ditiadakan total,
karena tidak memungkinkan bagi ABK untuk dapat berfikir setara dengan anak
rata-rata. Standar kompetensi dalam kurikulum ini dirumuskan berdasarkan hasil
asesmen yang dilakukan oleh guru pendidikan khusus bersama tim ahli terkait.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan inklusif adalah sebuah pendekatan yang berusaha yang dapat
menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan
yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan
dll. Dengan kata lain pendidikan Inklusi adalah pelayanan pendidikan anak
berkebutuhan khusus yang di didik bersama-sama anak normal lainya untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat
dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut :
a.
Bentuk kelas reguler penuh
b.
Bentuk kelas reguler dengan cluster
c.
Bentuk kelas reguler dengan pull out
d.
Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out
e.
Bentuk kelas khusus dengan berbagai
pengintegrasian
f.
Bentuk kelas khusus penuh di sekolah
reguler
Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulumnya
harus menyesuaikan dengan kebutuhan anak, bukan sebaliknya. Dengan adanya
berbagai macam model kurikulum ini, seperti duplikasi kurikulum, modifikasi
kurikulum, substitusu kurikulum, dan omisi kurikulum, maka diharapkan sekolah dapat menerapkan
dengan tepat dan benar.
Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulum bagi ABK dapat dikelompokan
menjadi empat, yakni:
1.
Duplikasi Kurikulum
2.
Modifikasi Kurikulum
3.
Substitusi Kurikulum
4.
Omisi Kurikulum
3.2
Saran
Dengan mempelajari Rancangan sekolah dasar pendidikan inklusi ini
diharapkan kita sebagai calon guru dapat mengetahui Rancang sekolah dasar
pendidikan inklusi yang ter up-date. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
perlu banyak perbaikan. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat
kami harapkan.

0 komentar:
Posting Komentar