Pages

Labels

Kamis, 02 Juni 2016

Makalah peningkatan keterampilan menulis

BAB VI
PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS

Latar Belakang dan Tujuan

            Kehidupan modern mulai ditandai oleh pesatnya perkembangan bahasa tulis dan kegiatan cetak mencetak agar mengembangkan tradisi menulis dan membaca. Tradisi menulis dapat diartikan sebagai suatu kebiasaan untuk menyatakan gagasan atau pendapat secara tertulis, sedangkan tradisi membaca adalah kebiasaan orang untuk memanfaaatkan tulisan dalam rangka mengambangkan pengetahuan. Membaca dan menulis sebagai aktivitas komunika
si ibarat mata uang yang sisi-sisinya saling melengkapi. White (1980) mengatakan bahwa antara membaca dan menulis terdapat hubungan yang saling menunjang dan melengkapi.
            Meskipun telah disadari bahwa penguasaan bahasa tulis mutlak diperlukan dalam kehidupan modern, dalam kenyataannya pengajaran keterampilan membaca dan menulis kurang mendapatkan perhatian, baik dari para siswa maupun para guru.
           
Bertolak dari kenyataan itu pengajaran menulis perlu digalakkan di berbagai lembaga pendidikan, termasuk di PGSD. Mahasiswa PGSD adalah calon guru yang nantinya harus mengajarkan pengajaran menulis kepada anak didiknya. Apabila mereka belum mendapatkan pengajaran menulis maka mustahil mereka dapat mengajarkannya dengan baik. Aktifitas menulis yang sering dilakukan oleh guru setidaknya dapat dijadikan contoh dan keteladanan bagi anak didiknya.
            Peningkatan menulis diberikan kepada Anda, mahasiswa PGSD, dengan tujuan agar Anda dapat menguasai teori dan praktik menulis. Peningkatan menulis yang diberikan dititikberatkan pada memperbanyak latihan membuat karangan. Dalam praktik, mahasiswa PGSD sebagai calon guru diharapkan dapat menyusun cerita anak-anak dengan baik. Melalui cerita anak-anak, guru dapat memasukkan berbagai pengajaran , terutama pengajaran sikap dan moral. Dengan demikian, pemberian materi ini kepada mahasiswa PGSD dimaksudkan untuk mengantisipasi tugas-tugasnya sebagai calon guru.
            Kemampuan menyusun naskah pidato tidak kalah penting bagi calon guru. Kemampuan menyusun pidato merupakan keterampilan praktis yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan pendekatan terpadu. Setiap materi selalu dikaitkan dengan keterampilan berbahasa dan unsur-unsur kebahasaan. Demikian juga menulis naskah pidato dapat dikaitkan dengan pengajaran kosakata, struktur, dan ejaan.
            Evaluasi dilakukan dengan sistem silang, artinya evaluasi dapat dilakukan oleh teman sejawat. Dengan cara semacam itu pengajaran menulis secara tidak langsung telah dipadukan dengan keterampilan membaca. Evaluasi berupa kritik, saran, dan komentar yang diberikan oleh teman sejawat maupun dosen hendaklah bersifat pembinaan. Komentar dilakukan dalam rangka mendorong mahasiswa agar gemar menulis dan bukan sebaliknya mematikan semangat menulis yang mulai tumbuh.

  1. Keterampilan Menulis 
Tarigan (1983) mengemukakan bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambing-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambing-lambang grafis tersebut, kalau mereka memahami bahasa bahasa dan lambing grafis tersebut. Byrne (1979) mengemukakan bahwa mengarang pada hakikatnya bukan sekedar menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, akan tetapi mengarang adalah menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil. Dalam kegiatan karang-mengarang, pengarang menggunakan bahasa tulis untuk menyatakan isi hati dan buah pikirannya secara menarik dan mengena pada pembaca. Oleh karenanya, disamping harus menguasai topik dan permasalahan yang akan ditulis, penulis dituntut menguasai komponen
(1) grafologi
(2) struktur,
(3) kosakata,
(4) kelancaran.
           
Pengajaran mengarang menurut Baraja (1975) terdiri atas lima tahap, yaitu
(1) mencontoh,
(2) mereproduksi,
(3) rekombinasi dan transformasi,
(4) mengarang terpimpin, dan
(5) mengarang bebas.

Mencontoh adalah aktivitas mekanis. Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh lewat kegiatan mencontoh, melatih menulis dengan tepat sesuai dengan contoh, belajar mengeja dengan tepat, dan membiasakan diri menggunakan bahasa yang baik.
            Kegiatan reproduksi, yaitu menulis apa yang telah dipelajari secara lisan dan tulis. Kegiatan ini diawali dengan kegiatan menyimak atau membaca. Hasilnya dituangkan kembali dalam bentuk karangan yang disusun dengan kata-katanya sendiri.
            Dalam praktik, dapat berupa latihan penggabungan antar kalimat antar paragraph, atau antar wacana. Rekombinasi mencakup pengertian kompilasi beberapa pokok pikiran dari berbagai wacana menjadi satu wacana. Transformasi adalah mengubah salah satu bentuk karangan ke dalam bentuk karangan yang lain. Dalam lingkup yang lebih luas tranformasi mencakup pengertian penerjemahan. Penyaduran alih aksara (transliterasi), transkripsi, dan pembuatan sinopsis.
            Menulis terpimpin dapat dilakukan dengan bantuan gambar dan kerangka karangan. Penyusunan kalimat berdasarkan kata-kata tertentu, penyusunan alinea berdasarkan kalimat-kalimat tertentu termasuk mengarang terpimpin.
            Mengarang bebas sebagai tahap akhir dari pengajran mengarang dilakukan dengan pemberian tugas kepada siswa untuk membuat karangan secara bebas.
















  1. Proses Menulis
Aktifitas menulis mengikuti alur proses yang terdiri dari beberapa tahap. MCkay (1984) mengemukakan tujuh tahap, yaitu
(1) pemilihan dan pembatasan masalah,
(2) pengumpulan bahan,
(3) penyusunan bahan,
(4) pembuatan kerangka karangan,
(5) penulisan naskah awal,
(6) revisi, dan
(7) penulisan naskah akhir.

Disamping itu, McCrimmon sebagaimana dikutip oleh Akhadiah (1989) mengemukakan tiga tahap dalam proses penulisan, yaitu,
(1) prapenulisan,
(2) penulisan, dan
(3) revisi.
           
Kedua pendapat tentang proses penulisan itu sebenarnya belum lengkap sebab tulisan tidak akan bermakna tanpa dipublikasikan kepada orang lain. Belum menjelaskan kapan pengarang menentukan judul karangan.
            Secara padat proses penulisan terdiri atas lima tahap, yaitu
(1) pramenulis,
(2) menulis,
(3) merevisi,
(4) mengedit, dan
(5) mempublikasikan.




1.   Pramenulis
Pramenulis merupakan tahap persiapan. Pada tahap ini penulis melakukan berbagai kegiatan, misalnya menemukan ide gagasan, menentukan judul karangan, menentukan tujuan, memilih bentuk atau jenis tulisan, membuat kerangaka, dan mngumpulkan bahan-bahan. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas, misalnya membaca buku, surat kabar, majalah, dan sejenisnya; menyimak warta berita, pidato, khotbah, diskusi, dan seminar; karya wisata dan rekreasi; dan sebagainya.
Penetuan tujuan erat kaitannya dengan pemilihan bentuk karangan. Karangan yang bertujuan menjelaskan sesuatu dapat ditulis dalam bentuk karangan eksposisi; karangan yang bertujuan membuktikan, meyakinkan dan membujuk dapat disusun dalam bentuk argumentasi dan persuasi. Karangan yang bertujuan melikiskan sesuatu dalam bentuk karangan deskripsi.
Karangan terdiri atas tiga bagian, yaitu pendahuluan, pengembangan, dan penutup. Pada bagian pendahuluan dapat dapat dikemukakan latar belakang masalah, permasalahan yang akan dikemukakan, dan pendekatan yang akan digunakan untuk menguraikan masalah itu. Bagian penutup biasanya berisi kesimpulan dan saran. Pengembangan masalah dapat dilakukan dengan pola alamiah dan rasional. Pola alamiah adalah pola pengembangan yang disesuaikan dengan urutan waktu terjadinya peristiwa (kronologis), dan urutan tempat atau ruang (space order). Pola pengembangan rasional, dapat dilakukan berdasarkan :
(1)   urutan sebab akibat atau sebaliknya,
(2)   problem solving atau pemecahan masalah,
(3)   aspek,
(4)   topic.
Dalam penulisan cerita anak-anak dapat digunakan pola pengembangan alamiah. Sementara itu, naskah pidato untuk kegiatan seminar dapat disusun pola pengembangan problem solving.

2.   Menulis
Tahap menulis dimulai dengan menjabarkan ide ke dalam bentuk tulisan. Ide-ide itu Dituangkan dalam bentuk kalimat dan paragraph. Selanjutnya paragraph-paragraf itu dirangkaikan menjadi satu karangan yang utuh.
Pada tahap ini diperlukan pula berbagai pengetahuan kebahasaan dan teknik penulisan. Pengetahuan kebahasaan digunakan untuk pemilihan kata, penentuan gaya bahasa, pembentukan kalimat, sedangkan teknik penulisan untuk penyusunan paragraph sampai dengan penyusunan karangan secara utuh.
Beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan pada saat menentukan judul, antara lain :
(1) singkat,
(2) provokatif, dan
(3) relevan dengan isi.
Di samping itu, perlu diingat bahwa judul sebaiknya disusun dalam bentuk frase bukan kalimat.

3.   Merevisi
Pada tahap merevisi dilakukan koreksi dalam keseluruhan karangan. Koreksi dilakukan terhadap berbagai aspek, misalnya struktur karangan dan kebahasaan. Stuktur karangan meliputi penataan ide pokok dan ide penjelas, serta sistematika dan penalarannya. Aspek kebahasaan meliputi pilihan kata, struktur bahasa, ejaan, dan tanda baca.

4.   Mengedit
Dalam pengeditan diperlukan format baku yang akan menjadi acuan, misalnya ukuran kertas, bentuk tulisan, dan pengaturan spasi. Proses pengeditan dapat diperluas dan disempurnakan dengan penyediaan gambar atau ilustrasi. Dimaksudkan agar tulisan itu lebih mudah dipahami dan menarik.



5.      Mempublikasikan
Mempublikasikan mempunyai dua pengertian. Pengertian pertama, berarti menyampaikan karangan kepada public dalam bentuk cetakan, pengertian kedua menyampaikan dalam bentuk noncetakan. Penyampaian bentuk noncetakan dapat dilakukan dengan pementasan, perceritaan, peragaan dan sebagainya. Karangan anak-anak dapat dipublikasikan lewat papan temple atau bacakan didepan kelas. Pemajangan hasil karya anak-anak dapat berfungsi ganda, disamping untuk penguatan juga dapat memacu semangat bersaing secara positif.




















  1. Menulis dan Mempublikasikan
1.      Cerita Anak-anak
Cerita anak-anak termasuk bentuk prosa. Cerita anak-anak memiliki beberapa unsur, antara lain :
(1) tokoh dan penokohan,
(2) alur atau plot,
(3) setting atau latar,
(4) tema,
(5) pusat pengisahan atau point of view, dan
(6) amanat.
Cerita anak-anak biasanya bersifat edukatif. Tema cerita disesuaikan dengan perkembangan kejiwaan anak. Anak seusia siswa sekolah dasar suka pada tema-tema kepahlawanan, kemanusiaan dan petualangan. Tema hitam putih merupakan pilihan utama, dengan menampilkan tokoh protagonist dan antagonis sebagai pendukungnya.
Alur cerita anak-anak biasanya amat sederhana. Alur progresif banyak digunakan sebab alur ini banyak menceritakan secara linear, artinya peristiwa-peristiwa diceritakan berdasarkan urutan waktu terjadinya. Plot flashback atau sorot balik, dan maju mundur atau campuran jarang digunakan.
Setting dapat terjadi dimana saja. Untuk memperkuat latar daerah, dapat digunakan beberapa bahasa dari daerah.
Dalam kaitannya dengan pusat penceritaan atau point of view, pengarang dapat memilih gaya dia atau gaya aku. Gaya dia dipilih pengarang apabila dia menghendaki berada diluar cerita. Gaya aku di pilih apabila pengarang ingin memberi gambaran kepada pembaca seolah-olah peristiwa itu dialami sendiri oleh pengarangnya.
Bahasa yang digunakan dalam cerita anak-anak harus disesuaikan. Kata-kata yang sederhana dan konkret lebih mudah dicerna oleh anak-anak. Dialog-dialog pendek perlu ditampilkan agar cerita lebih menarik dan bersifat alami.


2.      Naskah Pidato
Komunikasi lisan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
(1) komunikasi intrapersonal,
(2)  komunikasi interpersonal, dan
(3) komunikasi public.
       Komunikasi intrapersonal terjadi anatara seseorang dengan dirinya sendiri, misalnya saat seorang mengeluh. Komunikasi interpersonal dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, misalnya percakapan, diskusi. Komunikasi public dilakukan oleh seseorang kepada khalayak (public), misalnya seseorang berpidato.
       Pidato adalah penyampaian uraian secara lisan tentang sesuatu hal dihadapan massa. Penyampaian uraian berarti menyampaikan keterangan sejelas-jelasnya menurut cara-cara tertentu. Penyampaian sesuatu hal yang tidak disertai dengan uraian atau penjelasan tidak dapat dikatakan pidato. Pidato harus dilakukan secara lisan. Akan tetapi, dapat terjadi sesorang menyampaikan pidato dengan naskah, yaitu uraian yang telah dipersiapkan secara tertulis.
       Kemampuan pidato bukan saja menuntut kemahiran berbahasa, melainkan juga menghendaki persyaratan yang lain, seperti:
(1) keberanian,
(2)  ketenangan bersikap didepan massa,
(3) kecepatan bereaksi, dan
(4) kesanggupan menampilkan ide secara lancar dan sistematis.
      
       Naskah pidato adalah sejenis karangan. Persyaratan yang berlaku untuk suatu karangan berlaku juga untuk naskah pidato. Naskah pidato bertolak dari satu ide atau gagasan.
       Secara garis besar, naskah pidato terdiri dari tiga bagian, yaitu, :
(1) pendahuluan,
(2) isi, dan
(3) penutup.
      
       Pidato yang berisi uraian tentang suatu gagasan, dibuka dengan memaparkan latar belakang masalah, dan permasalahan yang ingin dikemukakan. Selanjutnya dikemukakan uraian tentang masalah itu secara mendalam. Pada bagian akhir, disampaikan kesimpulan serta saran. Pidato seremonial yang biasa disampaikan pada berbagai upacara dan peringatan terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama, pendahuluan, berisi puji syukur dan ucapan terimakasih. Bagian kedua, isi pidato, menguraikan hakikat peringatan dan kegiatannya. Bagian ketiga, penutup,  berisi harapan dan permohonan maaf.
       Naskah pidato disusun dalam bentuk uraian lengkap. Tiap-tiap pokok pikiran terdiri dalam satu alinea. Bahasa yang digunakan disesuaikan dengan tingkat pengetahuan pendengar. Kalimat yang disusun memenuhi persyaratan kalimat efektif, antara lain:
(1)  kelengkapan unsur subjek dan predikat,
(2)  penggunaan perfiks me- dan ber- secara konsisten apabila diperlukan,
(3)  penggunaan kata-kata baku,
(4)  penggunaan kata penghubung dan partikel secara konsisten apabila diperlukan,
(5) terhindar dari unsur kedaerahan.


Penyampaian pidato berdasarkan naskah dilakukan dengan cara membaca atau menghafal. Kedua cara ini memiliki kelemahan yaitu kurang dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi sesaat. Pidato berdasarkan kerangka lebih fleksibel. Artinya, orang yang berpidato dapat menyesuaikan dengan kondisi dan situasi sesaat.

0 komentar:

Posting Komentar